Apakah IT Masih Memiliki Keunggulan Strategis?

Pada masa awal jaringan ATM (automatic teller machine) baru dimiliki oleh beberapa bank di Indonesia, ATM yang pada saat itu dianggap sebagai mesin pintar, memiliki nilai strategis yang cukup tinggi bagi bank. Mengapa saat itu ATM memiliki nilai strategis yang cukup tinggi?, apakah saat ini ATM tidak memiliki nilai strategis lagi?.

Pada saat itu ATM memiliki nilai strategis yang cukup tinggi, karena ATM mampu berperan sebagai sumber keunggulan kompetitif bagi bank. Keunggulan kompetitif ATM pada saat itu karena kelangkaan dari mesin ATM tersebut.

Ketika semua bank memiliki ATM — ATM bukan barang langka lagi, keunggulan kompetitif ATM menjadi menurun, sehingga nilai strategis ATM juga cenderung menurun. Tetapi nilai strategis menurun tidak berarti ATM tidak diperlukan lagi, ATM tetap sangat diperlukan, yang berbeda adalah peran ATM berubah dari sebagai sumber keunggulan kompetitif menjadi sekedar komoditi biasa seperti listrik atau telepon yang harus dibiayai untuk menjalankan bisnis perusahaan.

Meskipun keunggulan kompetitif dari ATM belum serendah listrik atau telepon, tetapi kecenderungannya akan mengarah ke sana. Saat ini listrik sangat diperlukan oleh bank, hampir tidak mungkin bank beroperasi tanpa listrik, tetapi peran listrik saat ini bukan sebagai sumber keunggulan kompetitif tetapi hanya sekedar komoditi biasa yang harus dibiayai untuk menjalankan bisnis bank.

Pendapat mengenai adanya perubahan peran dari suatu teknologi, bersumber dari buku berjudul “Does IT Matter?” karya Nicholas Carr, mantan executive editor Harvard Business Review. Menurut Carr suatu teknologi memiliki keunggulan kompetitif atau tidak, tergantung pada faktor kelangkaannya. Carr memberikan contoh, ketika IT masih langka IT merupakan sumber keunggulan kompetitif, tetapi ketika IT telah tersebar luas, peran IT pelan tapi pasti menjadi berubah dari semula sebagai sumber keunggulan kompetitif menjadi hanya sekedar komoditi biasa.

Meskipun karya tulis Nicholas Carr yang sejak penerbitannya di tahun 2003 sampai sekarang masih diperdebatkan dan menimbulkan pro-kontra, sebenarnya pendapat Carr tersebut masuk akal dan ada benarnya terutama untuk di negara- negara maju yang kondisinya jauh berbeda dengan di Indonesia, dimana pendapatan per-kapitanya saja ada yang telah melampaui US$ 80.000 per tahun — bandingkan dengan Indonesia yang masih sekitar US$ 2.500 per tahun. Tetapi terlepas benar atau tidak pendapat Carr tersebut, mencari alternatif keunggulan kompetitif selain dari faktor kelangkaan, merupakan cara terbaik untuk menjamin agar IT selalu memiliki keunggulan kompetitif.

Apa yang harus dilakukan agar keunggulan kompetitif IT tetap bertahan bahkan dapat ditingkatkan, terutama pada saat IT sudah bukan merupakan barang langka lagi?. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan diferensiasi terhadap sistem IT, yakni melalui peningkatan mutu layanan (service) dari sistem IT tersebut.

Dengan adanya kecenderungan akan terjadi perubahan peran IT menjadi komoditi biasa seperti telepon atau litsrik, maka peningkatan mutu layanan pada sistem IT juga dapat dilakukan menggunakan paradigma service yang ada di perusahaan telepon atau listrik. Dalam dunia service seperti di perusahaan telepon atau listrik berlaku paradigma “baik itu relatif dan buruk (jelek) itu absolut”. Apa maksudnya ?.

Apakah pernah terjadi seseorang menghubungi Telkom atau PLN lalu kemudian mengatakan “Terima kasih Telkom, anda telah memberikan kami pelayanan 100% successfull call ratio”, atau “Terima kasih PLN, listrik di rumah kami tidak pernah terkena pemadaman”?. Jarang (relatif) orang mengucapkan terima kasih secara khusus untuk pelayanan yang baik, tetapi sebaliknya, jika pelayanan yang diberikan tidak baik atau jelek, orang cenderung pasti (absolut) mengeluh.

Jika sistem IT ingin mendapatkan predikat baik tidak cukup hanya dengan usaha yang “keras” saja tetapi harus dengan usaha yang “sangat keras”, tetapi sebaliknya untuk mendapatkan predikat jelek tidak perlu dengan usaha yang “keras”, dengan usaha yang “sedang-sedang” saja sudah cukup. Mengapa demikian?, karena “baik itu relatif dan jelek itu absolut”.

Apa lagi yang perlu dilakukan untuk peningkatan sistem IT di masa depan?

Lagi-lagi menurut Nicholas Carr — yang dijuluki sebagai “Nostradamus di industri IT (information technology), terobosan besar berikutnya di dunia IT adalah dibidang asset IT yang dimiliki perusahaan. Menurut Carr, di masa mendatang tidak akan ada lagi data-center atau server-room yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan, karena data-center tersebut akan berpindah ke Internet.

Meskipun ramalannya belum tentu 100% benar, atau jika benar pun akan terjadi dalam waktu yang masih lama, tetapi jika dilihat dari kecenderungannya, semakin banyak orang menggunakan Internet karena akses ke Internet semakin mudah dan murah, mulai dari melakukan transaksi perbankan sampai bersosialisasi melalui Facebook, maka tidak ada salahnya jika perusahaan pengguna IT di Indonesia mengantisipasi era baru tersebut dengan cara memperkuat SDM yang handal di bidang Internet.

Adanya penggunaan Internet harus dibarengi dengan pembenahan di area information security secara sungguh-sungguh, implementasi information security perlu dilakukan secara optimal.

Information security yang optimal adalah keseimbangan di antara tiga faktor “C” (control, cost dan convenience). Jika yang menjadi goal (tujuan) utama adalah sistem yang paling nyaman (convenience) dan biaya (cost) serendah mungkin, maka yang mungkin menjadi korban adalah kontrol (control) menjadi kedodoran, ini sangat berbahaya karena sistem IT akan mudah kebobolan. Jika yang menjadi tujuan utama adalah sistem yang paling ketat kontrolnya dan biaya serendah mungkin, maka kenyamanan yang akan menjadi korban, sistem tersebut mungkin akan ditinggalkan pengguna. Jika yang menjadi tujuan utama adalah kontrol yang sangat ketat dan tingkat kenyamanannya tinggi, ini dapat dilakukan dengan cara membeli sistem yang memenuhi kedua kriteria tersebut, tetapi biasanya sistem yang seperti itu harganya sangat mahal, atau faktor biaya yang dikorbankan. Sistem yang paling optimal adalah yang seimbang dilihat dari ke-tiga faktor “C” tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan sistem IT di masa depan adalah memperkuat SDM yang handal di bidang Internet dan melakukan pembenahan di area information security secara sungguh-sungguh melalui implementasi information security secara optimal. Disamping itu, dalam dunia service, termasuk IT, berlaku paradigma jika ingin mendapat predikat baik harus “sangat baik”, tetapi untuk mencapai predikat jelek tidak perlu harus “sangat jelek”, karena “baik itu relatif dan jelek itu absolut”. (*)

www.teknologiinformasidankomunikasi.com